2.1.Pengertian Semantik
Menurut Katz
(1971:3) semantik adalah studi tentang makna bahasa. Sementara itu semantik
menurut Kridala ksana
dalam Kamus Linguistik adalah bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan
makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara.Secara singkat,
semantik ini mengkaji tata makna secara formal (bentuk) yang tidak dikaitkan
dengan konteks. Akan tetapi, ternyata ilmu yang mempelajari atau mengkaji makna
ini tidak hanya semantik, ada juga pragmatik. Untuk membedakannya, berikut ini
ada beberapa poin yang mudah untuk diingat dan dapat dengan jelas membedakan
semantik dengan pragmatik.
Keraf (1982)
mengemukakanbahwa semantik adalah bahagian dari tatabahasa yang meneliti makna
dalambahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata. Sedangkan
Harimurti (1982) mengemukakan bahwanya, semantik adalahbagian dari struktur
bahasa yang membahas makna suatu ungkapan atau kataatau cabang ilmu bahasa yang
mengkaji antara lambang dan referennya,misalnya kata kata kursi bereferen
dengan “sebuah benda yang fungsinyadipakai duduk dengan kaki terdiri atas
empat” Berdasarkan pengertian di atas,semantik pada dasarnya merupakan salah
satu cabang lingustik yang
mengkaji terjadinya berbagai kemungkinan makna suatu kata dan
pengembangannyaseiring dengan terjadinya perubahan dalam masyarakat bahasa.
Semantik adalah
ilmu yang mempelajari arti di dalam bahasa. Semantik berkaitan dengan hubungan
makna seperti dalam sinonimi, antonimi, dan hiponimi. Teori semantik
mempengaruhi ancangan untuk menggambarkan arti dari sebuah kata (Johnson et al.
1999: 286). Semantik merupakan ilmu pengetahuan yang direkam dalam pustaka
bahasa dan dalam pola-pola pembentukannya untuk arti yang lebih rumit dan juga
lebih luas sampai ke taraf arti dalam kata.
Pandangan yang
bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam
mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru
diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas
cakupannya. Berikut ini
adalah pengertian semantic menurut beberapa ahli:
1.
Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
2.
J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3.
Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4.
Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5.
Ensiklopedia britanika (Encyclopedia
Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
6.
Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
7.
Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
8.
Ferdinand de Saussure (1966)
Semantik terdiri dari:
Semantik terdiri dari:
8.1.
Komponen yang mengartikan, yang berwujud
bentuk dan bunyi bahasa.
8.2.
Komponen yang diartikan atau makna dari
komponen yang pertama itu.
9. Drs.
Aminuddin, M.Pd
Semantik mengandung pengertian studi tentang makna dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantic merupakan bagian dari linguistik.
Semantik mengandung pengertian studi tentang makna dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantic merupakan bagian dari linguistik.
2.2.
Aspek-aspek
yang dibahas dalam semantik
Diksi
Diksi ialah pilihan kata yang tepat untuk
mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu (KBBI,1997:233). Diksi
menyangkut kecermatan dan ketelitian memilih sejumlah kata yang relative
sinonim dalam konteks tertentu sehingga dapat memberikan kesan yang
khusus,estetis,dan tepat. Misalnya penggunaan kata mati,meniggal
dunia,wafat,tewas,mangkat,pulang kerahmatullah,mampus,tutup usia,tutup mata.
Kaitannya dengan diksi aau pilihan kata,perlu dipahami
dengan baik tentang perbedaan antara:
2.2.1.
Kata
baku dan non baku
Kata baku ialah kata yang sesuai kaidah tata bahasanya
dan nonbaku ialah kata yang tidak sejalan standar kaidah bahasa yang
tepat,misalnya:
Baku Tidak
baku
Rapi rapih
Imbau himbau
Objek obyek
System sistim
Andal handal
Objek obyek
Izin isin
Teknik tehnik
Praktik praktek
Kuitansi kwitansi
2.2.2.
Kata
abstrak dan konkret
Kata abstrak adalah kata yang tidak mempunyai
rujukan/objek yang jelas secara inderawi,sedang kata konkret ialah kata rujukan
berupa objek yang dapat diserap pancaindera,atau nyata,misalnya:
Abstrak: kesehatan,keadilan,kecintaan,dsb
Konkret:berdiskusi,buku,pesawat terbang,dsb
2.2.3. Sinonim,antonym,homonym,homofon,homograf
Pengertian
kelima istilah yang ada diatas menurut Keraf(1980) dan Tarigan(1986) adalah
sbb:
2.2.3.1.
Sinonim
terbagi atas sin ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasar arti harfiah tersebut sinonim
adalah kata yang tulisan dan lafalnya berbeda nnamun maknanya relatif mirip
atau sama.
Misalnya:cerdas,pintar,pandai
2.2.3.2.
Antonim
terdiri atas anti’lawan’ dan nonim’nama’. Berdasar arti harfiah tersebut
antonim adalah kata yang tulisan dan ucapannya sama sedangkan maknanya
berlaanan.
Misalnya: besar x kecil,tinggi x rendah
2.2.3.3.
Homograf
adalah kata yang sama tulisan tetapi berbeda ucapan dan maknanya
Misalnya: mental(terpelanting) dengan mEntal(jiwa)
2.2.3.4.
Homofon
adalah k0ata yang relatif sama bunyinya tetapi tulisan dan maknanya berbeda.
Misalnya: bang(kakak) dengan bank(tempat
menabung)
2.2.3.5.
Homonim
adalah kata yang tulisan dan ucapannya sama tetapi maknanya berbeda.
Misalnya:bisa(dapat) dan bias(racun ular)
2.3.
Perubahan
Makna
2.3.1. Meluas (Generalisasi)
Perubahan makna meluas adalah gejala
yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki
sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki
makna-makna lain. Umpamanya pada kata saudara, pada mulanya hanya
bermakna ‘seperut’ atau ‘sekandung’. Kemudian maknanya berkembang menjadi
‘siapa saja yang sepertalian darah’. Akibatnya, anak paman pun disebut saudara.
Proses perluasan makna ini dapat
terjadi dalam waktu yang relatif singkat, tetapi dapat terjadi dalam kurun waktu
yang cukup lama. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa makna-makna lain yang
terjadi sebagai hasil perluasan iu masih berada dalam lingkup poliseminya.
Jadi, makna-makna itu masih ada hubungannya dengan makna aslinya.
Perubahan makna meluas adalah gejala
yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki
sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki
makna-makna lain. Umpamanya pada kata saudara, pada mulanya hanya
bermakna ‘seperut’ atau ‘sekandung’. Kemudian maknanya berkembang menjadi
‘siapa saja yang sepertalian darah’. Akibatnya, anak paman pun disebut saudara.
Proses perluasan makna ini dapat
terjadi dalam waktu yang relatif singkat, tetapi dapat terjadi dalam kurun waktu
yang cukup lama. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa makna-makna lain yang
terjadi sebagai hasil perluasan iu masih berada dalam lingkup poliseminya.
Jadi, makna-makna itu masih ada hubungannya dengan makna aslinya.
2.3.2.
Menyempit
(Spesialisasi)
Perubahan menyempit adalah gejala
yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup
luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya
kata sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau
‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti ‘orang yang lulus dari perguruan tinggi’,
seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana
hokum.
2.4.3. Perubahan Total
Perubahan
total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dari makna aslinya.
Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya
dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali.
Misalkan, kata ceramah yang dulunya berarti 'cerewet', tetapi sekarang
kata itu berarti 'pidato' atau 'uraian'.
2.4.4.
Penghalusan
(Ufemia)
Dalam pembicaraan mengenai
penghalusan ini maka akan berhadapan dengan gejala yang ditampilkannya
kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau
lebih sopan dari kata atau ujaran sebelumnya. Misalnya pada kata babu
diganti dengan pembantu rumah tangga dan kini diganti lagi menjadi pramuwisma.
2.4.5.
Pengasaran
Kebalikan dari penghalusan adalah
pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya
halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha-usaha atau
gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah
atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya kata atau ungkapan masuk kotak
dipakai untuk menggantikan kata kalah seperti pada kalimat Taufik
sudah masuk kotak.
2.4.6.
Peninggian
(Ameliorasi)
Ameliorasi atau peninggian kata
adalah sebuah perubahan makna dimana arti baru dirasakan lebih tinggi atau
lebih baik nilai rasanya dari arti yang lama. Misalkan, kata wanita
dirasakan lebih tinggi nilai rasanya daripada kata perempuan. Ada juga
pada kata pemberian menjadi anugerah.
2.4.7.
Pertukaran
(Sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat
pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera
pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.
Contoh:
Suaranya
terang sekali (pendengaran
penglihatan)
Rupanya
manis (penglihatan
perasa)
Namanya
harum (pendengaran
penciuman)
2.2.8.
Persamaan
(asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang
terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan makna baru.
Contoh:
Makna lama: makna
baru
Amplop :sampul surat uang
sogok
Bunga :kembang gadis
cantik
Mencatut :mencabut dengan catut menarik
keuntungan
2.2.9. Metafora
Perubahan
makna pada sebuah kata yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan
tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir sama, tanpa kata pembanding
seperti atau sebagai di antara dua hal yang berbeda.
Contoh:
Contoh:
Raja siang telah pergi keperaduannya. ( raja siang =
matahari )
Dewi malam telah keluar dari balik awan. ( dewi malam = bulan )
Tulisan cakar ayam itu tidak dapat dibaca. ( cakar ayam = jelek)
Dewi malam telah keluar dari balik awan. ( dewi malam = bulan )
Tulisan cakar ayam itu tidak dapat dibaca. ( cakar ayam = jelek)
2.4.
Jenis-jenis
Makna
Jenis makna
yag dimaksud meliputi makna leksikal-gramatikal,makna lugas-kias, dan makna
denotasi-konotatif. Ketiga jenis tersebut diuraikan satu per satu sebagai
berikut:
2.4.1.
Makna
lesikal dan makna gramatikal
Makna
lesikal adalah makna kata secara lepas tanpa ikatan dengan kata yang lainnya
atau kaya yang belum mengalami afiksasi atau perulangan,misalnya
makan,satu,mata.
Makna
gramatikal adalah makna baru yang timbul akibat terjadinya peristiwa gramatikal
(pengimbuhan,reduplikasi,atau pemajemukan), misalnya mkanan,satu-satu,matahari
2.4.2.
Makna
lugas dan makna kias
Makna lugas
adalah makna yang acuannya(referen) cocok dengan makna dasarnya,misalnya kaki(alat berjalan), mata(alat melihat). Sedangkan makna kias
adalah makna yang acuannya(referen) tidak sesuai dengan acuan dasarnya.
Misalnya:
Mata-mata
(penyelidik)
Kaki tangan
(orang suruhan dalam hal negatif)
2.4.3.
Makna
denotatif dan makna konotatif
Makna denotatif adalah makna kata yang tidak mengandung nilai rasa
(positif atau negatif),sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mengandung
nilai rasa (positif atau negatif)
Misalnya:
denotatif: pembantu
konotatif:asisten
dan baku.
Tarigan(1986) membagi konotatif atas dua bagian,yaitu konotatif
individual dan konotatif kolektif. Konotatif kolektif dibagi atas:
1.4.3.1 Konotatif baik terdiri atas konotatif tinggi dan
konotatif ramah
1.4.3.1.1
Konotatif
tinggi:ikhtiar,imajinasi cakrawala
1.4.3.1.2
Konotatif
ramah:akur,besuk,cicil
1.4.3.2
Konotatif
tidak baik terdiri atas:
1.4.3.2.1
Konotatif
berbahaya,contohnya:longsor dan hantu
1.4.3.2.2
Konotatif
tidak pantas,contohnya:kencing dan sundal
1.4.3.2.3
Konotatif
tidak enak,contohnya:mata duitan dan mata keranjang
1.4.3.2.4
Konotatif
kasar,contohnya:buta huruf dan bodoh
1.4.3.2.5
Konotatif
keras,contohnya:bobrok dan kacau balau
1.4.3.3
Konotatif
netral atau konotatif biasa:
1.4.3.3.1
Konotatif
bentukan sekolah, misalnya:agak lumayan, pegawai negeri
1.4.3.3.2
Konotatif
kanak-kanak,misalnya:bobo,mami,papi
2.5. Kaidah
Umum Semantik
2.5.1.
Hubungan antara leksem dengan acuannya
bersifat arbitrer. Contoh: kata ‘kursi’ dengan media (yang sekarang kita
ketahui wujudnya dan dinamakan kursi) itu tidak bersifat mutlak, tetapi
arbitrer. Tidak ada alasan kenapa media tersebut dinamakan ‘kursi’.
2.5.2.
Kajian waktunya ada yang sinkronik
(melihat makna dalam kurun waktu tertentu, sehingga maknanya bersifat tetap,
tidak mengalami perubahan baik dulu maupun sekarang) dan diakronik (melihat
makna dalm kurun waktu panjang, sehingga maknanya relatif berubah.) Contoh
diakronik adalah kata ‘bapak’. Dahulu, kata ‘bapak’ digunakan pada seorang
laki-laki yang mempunyai hubungan darah (dengan anaknya), sedangkan sekarang
kata ‘bapak’ dapat digunakan pada seseorang yang tidak mempunyai hubungan darah
sekalipun, belum tua, dan bahkan belum menikah, misalnya ‘Bapak guru’, ‘Bapak
walikota’, ‘Bapak camat’, dsb.
2.5.3.
Beda bentuk, beda makna.
Contoh kata ‘bisa’ dan ‘dapat’, di mana arti keduanya bersinonim. Akan tetapi, setelah keduanya mendapatkan proses morfologis, misalkan afiksasi ‘peN- + -an’, sehingga bentuknya menjadi ‘pembisaan’ dan ‘pendapatan’. Jelas sekali kata ‘dapat’ yang diberi proses morfologis itu lebih berterima daripada kata ‘bisa’ setelah mendapat proses morfologis.
Contoh kata ‘bisa’ dan ‘dapat’, di mana arti keduanya bersinonim. Akan tetapi, setelah keduanya mendapatkan proses morfologis, misalkan afiksasi ‘peN- + -an’, sehingga bentuknya menjadi ‘pembisaan’ dan ‘pendapatan’. Jelas sekali kata ‘dapat’ yang diberi proses morfologis itu lebih berterima daripada kata ‘bisa’ setelah mendapat proses morfologis.
2.5.4.
Setiap bahasa memiliki sistem semantik
sendiri.
Contoh:
Kata ‘pipis’, dalam Bahasa Sunda kata tersebut berarti ‘air kencing’, tetapi dalam Bahasa Bali kata tersebut berati ‘uang jajan’. Contoh lainnya yaitu ‘kodok’, dalam Bahasa Sunda berarti ‘mengambil sesuatu dari sebuah lubang yang dalam’, sedangkan dalam Bahasa Indonesia berarti ‘katak’.
Contoh:
Kata ‘pipis’, dalam Bahasa Sunda kata tersebut berarti ‘air kencing’, tetapi dalam Bahasa Bali kata tersebut berati ‘uang jajan’. Contoh lainnya yaitu ‘kodok’, dalam Bahasa Sunda berarti ‘mengambil sesuatu dari sebuah lubang yang dalam’, sedangkan dalam Bahasa Indonesia berarti ‘katak’.
2.5.5.
Makna berkaitan dengan pandangan
hidup/budayanya.
Pada poin ini berkaitan dengan tabu atau tidaknya penggunaan kata tersebut di suatu masyarakat. Contoh kata ‘anjing’, bagi orang Islam kata ‘anjing’ dapat dimaknai sebagai sesuatu yang bernajis, tetapi bagi orang Kristen dapat dimaknai sebagai hewan yang lucu dan menggemaskan. Contoh lainnya yaitu kata ‘momok’, bagi masyarakat Indonesia (umum) kata tersebut berarti sesuatu yang menakutkan, tetapi bagi masyarakat Sunda kata tersebut berati vagina. Satu contoh lagi yaitu kata ‘butuh’, bagi masyarakat Indonesia (umum) kata tersebut berati ‘perlu’, tetapi bagi masyarakat di Kalimantan dapat berarti ‘nama kemaluan pria’.
Pada poin ini berkaitan dengan tabu atau tidaknya penggunaan kata tersebut di suatu masyarakat. Contoh kata ‘anjing’, bagi orang Islam kata ‘anjing’ dapat dimaknai sebagai sesuatu yang bernajis, tetapi bagi orang Kristen dapat dimaknai sebagai hewan yang lucu dan menggemaskan. Contoh lainnya yaitu kata ‘momok’, bagi masyarakat Indonesia (umum) kata tersebut berarti sesuatu yang menakutkan, tetapi bagi masyarakat Sunda kata tersebut berati vagina. Satu contoh lagi yaitu kata ‘butuh’, bagi masyarakat Indonesia (umum) kata tersebut berati ‘perlu’, tetapi bagi masyarakat di Kalimantan dapat berarti ‘nama kemaluan pria’.
2.5.6.
Luasnya bentuk ≠ luasnya makna.
Secara bentuk, semakin lebar (kata-kata yang digunakan) maka semakin sempit maknanya, begitu sebaliknya.
Secara bentuk, semakin lebar (kata-kata yang digunakan) maka semakin sempit maknanya, begitu sebaliknya.
Contoh:
Kereta
Kereta api
Kereta
Kereta api
Kereta api ekspres
Bandingkan makna kata ‘kereta’ dengan makna yang terkandung dalam ‘kereta api ekspres’. Secara bentuk, kata ‘kereta’ lebih simpel daripada ‘kereta api ekspres’. Akan tetapi secara makna, makna ‘kereta’ masih terlalu luas, apakah yang dimaksudkan itu kereta api atau kereta uap, atau kereta apa? Sedangkan makna ‘kereta api ekspres’ sudah jelas berarti kereta api khusus yang lajunya lebih cepat dan fasilitas serta pelayanannya lebih baik daripada kereta api ekonomi
Bandingkan makna kata ‘kereta’ dengan makna yang terkandung dalam ‘kereta api ekspres’. Secara bentuk, kata ‘kereta’ lebih simpel daripada ‘kereta api ekspres’. Akan tetapi secara makna, makna ‘kereta’ masih terlalu luas, apakah yang dimaksudkan itu kereta api atau kereta uap, atau kereta apa? Sedangkan makna ‘kereta api ekspres’ sudah jelas berarti kereta api khusus yang lajunya lebih cepat dan fasilitas serta pelayanannya lebih baik daripada kereta api ekonomi
2.6.
Penamaan dalam Semantik
Penamaan dalam semantik ini ada 8
penyebab yaitu:
2.6.1.
Peniruan bunyi; contohnya ‘tokek’ disebut
demikian karena bunyi hewan tersebut adalah ‘tokek-tokek’. Penamaan sesuatu
berdasarkan peniruan bunyinya disebut ONOMATOPE.
2.6.2.
Penyebutan bagian; contoh “Ibu membeli
empat ekor ayam” yang dimaksud kalimat tersebut pastilah bukan hanya ekor
ayamnya saja yang dibeli ibu, tetapi ayam secara keseluruhan.
2.6.3.
Penyebutan sifat khas; contoh ‘si
kerdil’ karena anak tersebut tetap berbadan kecil, tidak tumbuh menjadi besar.
2.6.4.
Penemu dan pembuat; contoh ‘Aqua’ dan
‘kodak’, kalau kita mau membeli air minum dalma kemasan, pasti kita akan
berkata, “Pak, beli Aqua satu botol.” Padahal di toko tersebut tidak ada air
minum kemasan bermerek Aqua. Demikian juga dengan ‘Kodak’ yang merupakan nama
merek sebuah kamera.
2.6.5.
Tempat asal; contoh kata ‘magnet’
berasal dari nama tempat Magnesia, nama burung ‘kenari’ diambil dari asal
burung itu berada yaitu Pulau Kenari di Afrika, ikan ‘sarden’ berasal dari
Pulau Sardinia di Italia. Ada juga nama piagam atau perjanjian-perjanjian besar
seperti ‘Piagam Jakarta’ karena tempatnya di Jakarta, ‘Perjanjian Linggarjati’
karena pelaksanaan perjanjian tersebut di Linggarjati.
2.6.6.
Bahan; contoh nama karung ‘goni’ karena
bahan karung tersebut dari goni, dan ‘bambu runcing’ karena benda tersebut
terbuat dari bambu dan ujungnya runcing.
2.6.7.
Keserupaan; perhatikan contoh ‘kaki’,
‘kaki gunung’, ‘kaki kursi’, dan ‘kaki meja’, hal yang sama dari empat contoh
tersebut adalah letaknya, di mana letak kaki selalu ada di bawah. Contoh lain
misalnya ‘kepala’, ‘kepala masinis’, ‘kepala sekolah’, dan ‘kepala surat’, hal
yang sama pada kata-kata tersebut yaitu letaknya, di mana letak kepala selalu
berada di atas, ‘kepala surat’ selalu diletakkan di bagian atas kan?
2.6.8.
Pemendekan; contoh ‘UPI’ menjadi nama sebuah
universitas negeri di Bandung, padahal namanya bukan UPI, tetapi Universitas
Pendidikan Indonesia. Contoh lain yaitu ‘cireng’ yang menjadi nama sebuah
makanan ringan, ‘cireng’ merupakan kependekan dari ‘aci digoreng’.
Faisal,M,dkk.2009.Kajian Bahasa Indonesia SD.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
http://robita.wordpress.com/2011/03/30/semantik-bahasa-indonesia/